Apa Beda HGB dan SHM? Simak Perbedaan dan Perbandingannya, Bank Arto Moro – Ada yang pernah ketemu istilah HGB dan SHM di brosur atau iklan properti? Awalnya mungkin terdengar seperti dua hal yang mirip-mirip aja. Tapi ternyata, beda status ini bisa berpengaruh besar ke kepemilikan dan hak kamu sebagai pemilik properti nantinya, lho.
Saya juga dulu sempat bingung, “Apa sih beda HGB dan SHM? Kenapa harganya bisa beda padahal lokasinya sama?” Nah, dari situ saya mulai cari tahu, dan ternyata… perbedaannya bukan cuma di nama, tapi juga di durasi kepemilikan, hak waris, hingga potensi kena biaya tambahan di masa depan.
Kalau kamu lagi ada rencana beli rumah, tanah, atau bahkan apartemen, artikel ini bisa bantu kamu paham perbedaan HGB dan SHM dengan bahasa yang simpel dan langsung ke intinya. Jadi, yuk simak sampai tuntas, supaya nggak salah langkah!
Apa Itu SHM (Sertifikat Hak Milik)?
Sertifikat Hak Milik, atau biasa disingkat SHM, adalah jenis sertifikat tanah tertinggi dan terkuat yang bisa kamu miliki di Indonesia. Kenapa disebut paling kuat? Karena SHM memberikan kamu hak penuh atas tanah maupun bangunan yang berdiri di atasnya, tanpa batas waktu.
Artinya, kalau kamu punya rumah dengan status SHM, kamu adalah pemilik sah seutuhnya. Nggak ada lagi istilah sewa ke negara atau bayar perpanjangan hak. Tanah itu sepenuhnya jadi milikmu, dan kamu bisa:
- Menjualnya kapan saja,
- Mewariskannya ke anak atau keluarga,
- Bahkan menjadikannya jaminan untuk pinjaman (misalnya KPR atau kredit usaha).
Selain itu, properti dengan status SHM biasanya punya nilai jual lebih tinggi dan lebih mudah proses legalitasnya di mata bank atau notaris. Dan juga memiliki nilai tinggi untuk pinjaman jaminan sertifikat rumah.
Perlu diingaat: Hanya WNI / Warga Negara Indonesia saja yang bisa punya SHM. Misal kalu ada WNA yang kepingin beli property, nggak bisa SHM ya statusnya.
Apa Itu HGB (Hak Guna Bangunan)?
Kalau SHM memberikan hak kepemilikan penuh, maka HGB atau Hak Guna Bangunan sifatnya lebih seperti “hak pakai” dalam jangka waktu tertentu. Dengan status HGB, kamu memiliki hak untuk mendirikan dan menguasai bangunan di atas tanah tersebut, namun kepemilikan tanahnya sendiri tetap berada di tangan negara, pengembang, atau pihak lain, bukan milik pribadi secara penuh.
Umumnya, HGB diberikan dengan durasi awal selama 30 tahun, dan bisa diperpanjang hingga 20 tahun atau lebih sesuai aturan yang berlaku. Tapi tetap saja, ada batas waktu yang harus diperpanjang secara berkala jika kamu masih ingin menggunakan lahan itu.
Properti dengan status HGB sering dijumpai pada:
- Apartemen dan rumah susun
- Perumahan dari developer
- Ruko atau kios di kawasan komersial
Nah, karena status tanahnya bukan milik pribadi sepenuhnya, nilai jual properti HGB biasanya lebih rendah dibanding SHM. Selain itu, untuk proses jual-beli atau mengajukan KPR, kadang bank lebih selektif kalau status propertinya masih HGB.
Namun, bukan berarti HGB itu buruk, ya. Untuk beberapa keperluan—seperti hunian jangka menengah atau properti bisnis—HGB bisa jadi pilihan yang masuk akal, asal kamu paham batas hak dan kewajibannya.
Kabar baiknya, hak atas tanah dengan status HGB sebenarnya bisa diubah menjadi SHM, asalkan kamu memenuhi persyaratan yang berlaku dan mengajukan prosesnya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kita akan bahas lebih detail soal ini di bagian selanjutnya.
Perbedaan Hak Guna Bangunan dan SHM
Mari kita lihat secara lebih jelas apa saja perbedaan antara Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Meskipun keduanya sama-sama berkaitan dengan kepemilikan properti, tapi status hukumnya berbeda cukup signifikan.
Aspek | HGB (Hak Guna Bangunan) | SHM (Sertifikat Hak Milik) |
---|---|---|
Kepemilikan Tanah | Bukan milik pribadi, hanya hak pakai atas tanah milik negara/pihak lain | Kepemilikan penuh atas tanah dan bangunan |
Jangka Waktu | Umumnya 30 tahun, bisa diperpanjang | Berlaku seumur hidup, tanpa batas waktu |
Nilai Jual Properti | Lebih rendah dibanding SHM | Nilai jual lebih tinggi dan stabil |
Hak Waris | Masih bisa diwariskan, tapi status HGB tetap | Lebih kuat secara hukum untuk diwariskan |
Biaya Tambahan | Ada biaya perpanjangan saat habis masa berlaku | Tidak ada biaya perpanjangan |
Proses Kredit/KPR | Bisa digunakan, tapi bank lebih selektif | Umumnya lebih mudah disetujui bank |
Kemungkinan Ditingkatkan | Bisa ditingkatkan jadi SHM dengan syarat tertentu | Sudah status tertinggi, tidak bisa ditingkatkan lagi |
Dari tabel di atas, bisa kamu lihat bahwa SHM memberikan hak kepemilikan yang lebih kuat dan bebas dari batasan waktu. Sementara itu, HGB lebih cocok untuk penggunaan jangka menengah—misalnya untuk apartemen atau properti komersial.
Apakah HGB Bisa Diubah Jadi SHM?
Pertanyaan ini cukup sering muncul, terutama dari orang-orang yang sudah terlanjur punya properti dengan status HGB dan ingin mendapatkan hak kepemilikan penuh. Jawabannya: bisa, kok.
Status Hak Guna Bangunan (HGB) bisa ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), asalkan kamu memenuhi beberapa syarat dan mengikuti prosedur resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Syarat Umum yang Harus Dipenuhi:
- Pemohon adalah Warga Negara Indonesia (WNI).
- Tanah tersebut digunakan untuk hunian (bukan untuk kepentingan komersial).
- Status tanah HGB berdiri di atas tanah negara atau bekas tanah adat.
Kalau semua syarat terpenuhi, kamu bisa mengajukan permohonan peningkatan hak ke kantor BPN setempat. Prosesnya meliputi:
- Mengisi formulir permohonan.
- Melampirkan dokumen lengkap (fotokopi KTP, sertifikat HGB, bukti bayar PBB, dan lainnya).
- Membayar biaya administrasi.
- Menunggu proses pemeriksaan dan terbitnya SHM baru.
Waktu proses bisa bervariasi, tergantung daerah dan kelengkapan dokumen. Tapi secara umum, ini adalah langkah legal yang layak dipertimbangkan, terutama kalau kamu berencana menggunakan properti itu dalam jangka panjang atau untuk diwariskan.
Tips: Sebelum mengajukan perubahan, ada baiknya kamu konsultasi dulu ke notaris atau petugas pertanahan, supaya prosesnya lebih lancar dan minim kendala.
Penutup Apa Beda HGB dan SHM
Sekarang kamu sudah tahu kan, apa beda HGB dan SHM, mulai dari definisinya sampai perbandingannya yang paling penting. Jangan sampai asal beli properti cuma karena harganya cocok, tapi ternyata status lahannya belum jelas. Yuk, jadi pembeli yang lebih cermat dan paham!
Kalau kamu masih bingung menentukan pilihan atau butuh bantuan meninjau legalitas properti yang akan dibeli, jangan ragu buat konsultasi ke pihak yang berkompeten—bisa ke notaris, petugas BPN, atau bahkan ke tim kami di BPR kalau kamu ingin tahu opsi pembiayaan yang cocok.
“Ingin Pinjam Uang Jaminan Sertifikat Tanah?”
Plafon Lebih Tinggi dan Bunga Sangat Kompetitif Hanya di Sini!
FAQ Seputar HGB dan SHM
1. HGB tanahnya milik siapa?
Tanah dengan status HGB bukan milik pribadi, melainkan masih menjadi milik negara, badan hukum, atau pihak lain. Pemegang HGB hanya memiliki hak untuk menggunakan dan membangun di atas tanah tersebut selama jangka waktu tertentu.
2. Berapa biaya sertifikat HGB ke SHM?
Biaya peningkatan dari HGB ke SHM bervariasi, tergantung lokasi dan luas tanah. Umumnya meliputi:
- Biaya permohonan ke BPN, Rp 50.000 per bidang
- Pajak (BPHTB) dikalikan 5%
- Biaya notaris adalah sekitar Rp 2.000.000 hingga Rp 4.000.000 (jika menggunakan jasa),
Secara umum, biayanya bisa mulai dari jutaan hingga belasan juta rupiah. Konsultasi ke kantor BPN terdekat adalah langkah awal yang tepat.
3. Apakah sertifikat HGB bisa dijual?
Ya, properti dengan status HGB bisa dijual. Tapi perlu diingat, karena statusnya bukan milik penuh, maka nilai jualnya bisa lebih rendah dari SHM, dan pembeli perlu memahami bahwa tanahnya hanya berstatus hak guna, bukan hak milik.
4. Rumah SHGB apakah aman?
Secara hukum, rumah dengan status SHGB tetap aman, selama legalitasnya jelas dan sertifikatnya sah dari BPN. Namun, karena status tanahnya terbatas waktu, kamu perlu memperhatikan masa berlaku HGB dan kewajiban memperpanjangnya.
5. Berapa tahun HGB bisa jadi hak milik?
Tidak ada batas minimal waktu untuk mengubah HGB menjadi SHM, selama syarat-syaratnya terpenuhi. Asalkan tanah tersebut digunakan untuk hunian pribadi oleh WNI, dan status tanah memungkinkan, maka permohonan peningkatan bisa langsung diajukan kapan saja.